Presented by Hwang Ahra
Cast : Im Yoona – Xi Luhan || Other : Krsytal/Im Soojung – Kai
Genre : Romance, Family, Fluff, Comedy(?) || Lenght : Twoshoot/Songfic || Rating : T
Disclaimer : Inspired from song “Marry Your Daughter” by Brian McKnight
Previous : Part1
Credit Poster : HwangSeora , thanks for georgeous poster that you’ve made for me sis :3
Notes :
Haloo~ ternyata banyak yang minta ff ini untuk dilanjut, seneng juga rasanya :”) tapi aku minta maaf karena aku ga ngepost di YoongEXO *bow* karena aku mau fokus sama ff series ‘My Oh My!’ dulu untuk disana hehe._. so, aku cuma post di blog ini aja. Bagian luyoon nikah (mulai dari tata cara sama kata-kata) itu aku yang bikin, well ada yang berdasarkan cara pernikahan di Jepang, tapi kata-katanya aku karang abis, jadi maaf kalau ngaco(banget)-_-v Okay, this is it, deer couple! Special dedicated for Fawns! Happy reading guys^^
NO BASH, SIDERS, and PLAGIATOR!
©hwangahra 2013
All Luhan’s Side
“Marry Your Daughter”
Aku berjalan bolak-balik didalam ruang tunggu, dari satu ujung ruang, ke ujung yang lain. Jantungku berdetak cepat. Aku melirik arloji yang terpasang di pergelangan tanganku. Sial, 15 menit lagi acara akan berlangsung, dan hatiku benar-benar belum siap. Bagaimana jika nanti aku salah mengucapkan karena aku terlalu gugup seperti ini?
Tuk
Aku mengelus kepalaku yang tadi dilempari sesuatu, alisku terangkat sebelah menatap Kai yang tengah duduk sembari memakan beberapa biji kacang kulit. “Berhentilah bersikap gelisah seperti itu, Xi Luhan”
Ngomong-ngomong, darimana dia mendapatkan kacang itu? “Hei, kalau aku gelisah itu wajar. Ini hari terpenting dalam hidupku” ujarku
Kai terkekeh pelan, “Kau selalu gelisah setiap menghadapi suatu acara dan bukan hanya hari ini saja, ingat?”
Aku mendelik pelan, “Ini berbeda, Kin Jongin. Aku terlalu gugup. Bagaimana jika nanti aku salah mengucapkan kalimat didepan pendeta?”
Kai kali ini tertawa, bukan terkekeh seperti tadi. “Dasar payah. Hei, biar kuberitahu satu hal, jika kau terlalu gugup, pejamkan saja matamu. Fokuskan segala perhatianmu, dan aku yakin dengan begitu kau tak akan salah mengucapkan sumpah setia-mu itu”
Hmm, mulai si ahli cinta berbicara. “Aku tidak yakin cara itu akan berhasil,” ucapku seraya mengedikkan kedua bahu, “Aku terlalu gugup, sungguh” tambahku cepat.
Mendengar nada meremehkan dari suaraku, Kai segera melempariku dengan kacang kulit itu lagi. Dan kali ini lebih dari satu buah.
“Hei, hei. berhentilah. Kau membuat ruangan ini—”
“Kalau kau gugup seperti itu, bagaimana jika aku yang menggantikan posisimu diatas altar nanti?” Potong Kai cepat, “Bersanding dengan Im Yoona bukanlah hal yang buruk” Kai mengeluarkan smirk andalannya.
Enak saja dia, berani-beraninya merebut calon istri orang! Aku segera berjalan cepat ke arah Kai, yang sudah hendak melarikan diri dari kursinya itu.
Aku segera menahan kerah tuksedo Kai, “Ya! Kim Jongin! Walau kau temanku, tapi aku tak akan segan-segan—”
Kriieeet…
Perlahan pintu terbuka.
Aku dan Kai terpaku menatap sosok Eommaku yang berdiri diambang pintu, dan tengah menatap kami tanpa berkedip sedikit pun. Aku yang lebih dulu tersadar segera melepaskan cengkramanku dari kerah Kai.
Eommaku hanya menggeleng pelan melihat tingkah kami, ia sudah maklum. Karena, saking seringnya kami bertengkar, namun beberapa jam kemudian kami pasti berbaikan lagi.
“Luhan-ah, kau harus bersiap-siap untuk menunggu di atas altar. Pengantin wanita sudah hampir tiba” ucap Eomma padaku.
Aku segera merapikan dasi dan kemejaku, Kai pun melakukan hal yang sama. Cih, dasar, yang disuruh bersiap-siap itu kan aku.
Merasa diperhatikan Kai segera menoleh, “Aku ingin tampil rapi di pesta pernikahan sahabatku, apa itu salah?”
Dan… pertanyaan Kai tadi hanya kubalas dengan senyuman kaku.
“She’ll be the most beautiful bride that I’ve ever seen”
Aku terus menerus mengulang kalimat sumpah setia-ku di dalam hati, mencoba berlatih agar ketika waktunya tiba, aku bisa dengan lancar mengucapkannya. Bisa kurasakan detak jantungku kembali berdebar hebat, namun aku menghiraukannya dan kembali menghirup nafas dalam-dalam. Kalimat-kalimat itu terus ku ulang sampai tiba-tiba terdengar bunyi pintu besar gereja yang terbuka. Tamu-tamu yang lain segera berdiri dan menoleh ke arah pintu, begitu pun denganku. Keadaan di dalam gereja terlihat ramai karena kedatangannya.
Ya, kedatangan yeoja itu. Yeoja berbalut gaun panjang berwarna broken white yang bagian atasnya terbuka. Aku ingat ketika pertama kali tubuh ramping yeoja itu mengenakan gaunnya. Wajah cantik yeoja itu tertutup oleh kain transparan yang ditempelkan diatas kepalanya. Rambut milk brown panjang miliknya, yang hampir setiap hari ku sentuh itu kini tergelung rapi. Make up nya yang pas—tidak bisa dibilang tebal dan tidak bisa dibilang natural juga—membuat wajah cantiknya, tampak anggun dan mempesona.
Apa.. dia benar-benar pengantinku?
Im Yoona. Kau adalah pengantin tercantik yang pernah kulihat selama ini. Dan, akan selalu menjadi yang paling cantik.
“Can’t wait to smile, when she walks down the isle”
Aku tak sabar untuk tersenyum, dan yah.. memang sedari tadi aku tak bisa menahan senyuman lebar dimulutku. Terutama.. ketika ia berjalan menyusuri lorong gereja dengan karpet merah dibawahnya. Yoona terlihat begitu bersinar. Auranya memancing banyak orang untuk terus menatapnya. Perlahan namun pasti, Yoona berjalan menyusuri lorong gereja. Dia… berjalan ke arahku yang tengah menunggunya.
Ya Tuhan…terimakasih karena kau telah memberikanku seorang malaikat cantik, yang dengan sepenuh hatinya mencintaiku.
“On the arm of her father, on the day that I marry your daughter”
Yoona terus menggandeng lengan Tuan Im, seraya berjalan ke arahku. Yoona dan Tuan Im kini berdiri tepat di atas altar. Mereka, berdiri tepat dihadapanku. Tuan Im membungkuk kearahku dan aku pun melakukan hal yang sama.
Tuan Im menatapku dengan mata elangnya, sedikit membuatku bergidik, namun setelah itu ia tersenyum. Dengan sedikit tak rela—aku membaca dari matanya—Tuan Im memberikan gandengan tangan Yoona itu kepada lenganku. Namun dibalik tatapan ‘tak rela’ nya itu, Tuan Im percaya padaku. Ia mempercayakan anak perempuannya ini padaku.
Setelah Tuan Im memberikan gandengan tangan Yoona, Yoona menggandeng lenganku erat namun lembut. Kami berdua segera menghadap ke arah pendeta, sejenak, lalu setelah itu aku dan Yoona berdiri saling berhadapan.
Sang pendeta, mulai membacakan janji dan sumpah setia itu. Aku dan Yoona secara bergantian mengucapkan sumpah setia kami berdua.
“Aku bersedia. Aku, Xi Luhan. Berjanji, akan selalu ada untuk Im Yoona, menjaganya dan mengasihinya. Memberikan seluruh cinta, raga dan segala pengorbananku untuknya. Menjadi pasangan hidup sekaligus teman, sahabat, ayah, dan ibu baginya, hingga kematian memisahkan kami”
Tanpa kusadari, kata-kata itu terlontar jelas dari mulutku. Lancar dan tanpa ada keraguan di dalamnya.
“Aku bersedia. Aku, Im Yoona. Berjanji, akan selalu ada untuk Xi Luhan, menjaganya dan mengasihinya. Memberikan seluruh cinta, raga dan segala pengorbananku untuknya. Menjadi pasangan hidup sekaligus teman, sahabat, ayah, dan ibu baginya, hingga kematian memisahkan kami”
Aku tersenyum menatap Yoona, dia pun sama lancarnya mengucapkan sumpah setia itu.
“Pengantin pria dipersilahkan membuka cadar pengantin wanita, dan menciumnya” ucap sang pendeta, yang membuat seluruh tamu—yang duduk sedari tadi—segera heboh berdiri dan menyiapkan kamera mereka masing-masing.
Aku segera mengulurkan tanganku, membuka kain transparan yang menutupi wajah cantik Yoona. Setitik kristal bening mengaliri pipi putih yeoja itu, ibu jariku dengan segera menghapusnya. Ia tersenyum manis dan sangat cantik, dan aku pun balas tersenyum ke arahnya.
Kemudian…. saat-saat yang ditunggu itu pun tiba.
Aku mulai mendekatkan wajahku ke arah Yoona, bisa kurasakan terpaan nafas yeoja itu mengenai wajahku, hangat. Tangan kananku memegang tengkuk Yoona, sedangkan tangan kiriku melingkari pinggang yeoja itu.
Yoona mulai memejamkan matanya, ketika bibir kami mulai bersentuhan. Lembut, basah, dan manis. Itulah ciuman pernikahan kami.
Seluruh penonton segera bertepuk tangan dengan meriah, siulan-siulan pun terdengar dari beberapa arah, tak lupa dengan blitz kamera yang menyilaukan terlihat dari mana-mana.
Yoona terlihat mendorong pelan tubuhku, namun aku menahan tengkuknya. Rasanya aku belum puas mencium bibir pink-nya yang sudah menjadi suatu candu bagiku itu. Namun ciuman itu segera kulepaskan ketika seseorang berbisik,
‘Lakukan lebih lama saat kalian berada di kamar, jangan disini’
Aku menoleh, dan mendapati pendeta tengah tersenyum kepadaku. Membuatku jadi serbasalah, dan membalasnya dengan senyuman kaku. Aku menatap Yoona yang tampak kehabisan nafas itu.
Tanganku terulur menggenggam tangan Yoona yang dibalut dengan sarung tangan putih, aku menoleh dan tersenyum ke arahnya. Kami berdua saling pandang sesaat, lalu berjalan melewati lorong gereja ke pintu keluar.
Tepat saat kami membuka pintu keluar gereja, seluruh tamu yang berdiri dipinggir tangga gereja segera menebarkan kami conffeti dan menaburkan bunga-bunga kecil ke atas kami.
Aku dan Yoona tertawa bersama. Disana aku melihat Appa dan Eommaku. Mereka terlihat terharu dan Appa berusaha menenangkan Eomma yang terlihat menangis bahagia itu. Aku juga melihat Kai yang tengah bertepuk tangan seraya tersenyum lebar kami. Ada juga Tuan dan Nyonya Im. Ternyata Nyonya Im tak jauh berbeda dengan Eommaku, sepertinya ia juga terharu, dan tugas Tuan Im sebagai suami yang baik, ialah memeluk dan menenangkan Nyonya Im yang terlihat berurai air mata bahagia itu. Disebelah mereka juga ada Soojung, gadis kecil itu tampak manis dengan mini dress berwarna putih. Tak kusangka, kisah cintaku bersama Yoona akan berakhir indah seperti ini.
Aku menatap Yoona yang terlihat menatapku, menunggu jawabanku lebih tepatnya. Aku mengangguk dan segera memegang bucket bunga baby’s breath yang Yoona genggam. Aku menghitung mundur, “Tiga..Dua..Satu..”
Bunga itu pun kami lempar secara bersamaan, kerumuman tamu yang menunggu dengan segera mencoba meraih bucket itu. Dan, mereka harus menelan rasa kecewa ketika bucket bunga itu jatuh ditangan seorang Kim Jongin yang terlihat kebingungan itu. Ha, sepertinya playboy kelas kakap seperti Kai, memang harus segera menikah.
She’s been hearing for steps, since the day we met
I’m scared to death to think of what would happen if she ever left
So, don’t you ever worry about me ever treating her bad
I’ve got most of my vows done so far
So bring on the better or worse, and tell death do us part
There’s no doubt in my mind, It’s time, I’m reday to start
I swear to you with all of my heart.
The first time I saw her
I swear I knew that I say I do.
Pertama kali kulihat dia, aku bersumpah aku tahu bahwa aku akan bilang bersedia.
-Xi Luhan-
—FIN—
Yeay! Akhirnya selesai juga ff ini :”) ada lagi yang mau minta sequel? Sampai luyoon punya anak misalnya? *plak hahaha becanda-_-v gimanaaa? Woaaah, aku bayangin coba aja kalau luyoon sampai nikah beneran di real life (AMIN!) pasti anaknya unyu-unyu banget yaa (kaya author) :3 *digamparin*. Jangan lupa tinggalkan jejaknya yaa, usul, saran dan kritik, no bash tapi, soalnya itu suatu apresiasi tertinggi bagiku. Terimakasih^^
Leave a comment